Enam Adab yang Harus dilakukan Muslim dalam Urusan Hutang

Tuntutan ekonomi yang semakin tinggi terkadang membuat orang berpikir ekstra keras untuk menambah penghasilan demi mencukupi kebutuhan sehari-hari. Namun banyak juga orang yang memilih jalan pintas yakni dengan berhutang.

Meminjam uang kepada kerabat ataupun teman menjadi pilihan yang paling mudah di tengah kesulitan ekonomi yang sedang dialami. Oleh karena itu, berhutang menjadi pilihan dan aktifitas yang tidak mungkin bisa dihindari dalam kehidupan.

 Enam Adab yang Harus dilakukan  Muslim dalam Urusan Hutang

Di dalam agama Islam sendiri, urusan hutang piutang merupakan suatu perkara diperbolehkan. Akan tetapi, harus melakukan adab-adab yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasulullah. Adab apa sajakah yang dimaksud? Berikut informasi selengkapnya.

1. Orang yang Ingin Berhutang Hendaklah Benar-benar Karena Terpaksa

Adab pertama yang harus dilakukan muslim dalam urusan hutang adalah jika ingin berhutang hendaknya benar-benar karena terpaksa. Hal ini dikarenakan menurut Rasulullah, hutang itu merupakan penyebab kesedihan di malam hari dan kehinaan di siang hari.

Bahkan Rasulullah SAW pernah menolak untuk mensholatkan jenazah seseorang yang diketahui masih meninggalkan hutan dan tidak meninggalkan harta untuk membayarnya. Rasulullah bersabda, “Akan diampuni orang yang mati syahid semua dosanya, kecuali utangnya.” (Riwayat Muslim).

2. Orang yang Berhutang Hendaknya ada Niat yang Kuat untuk Mengembalikan

Selain karena unsur terpaksa, orang yang hendak berhutang hendaknya harus memiliki niat yang kuat untuk mengembalikannya. Jika orang tersebut memiliki niat yang kuat untuk mengembalikannya, maka Allah SWT akan menolongnya.

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa yang mengambil harta orang lain (berutang) dengan tujuan untuk membayarnya (mengembalikannya), maka Allah subhanahuwata’aala akan tunaikan untuknya. Dan barangsiapa mengambilnya untuk menghabiskannya (tidak melunasinya, pent), maka Allah akan membinasakannya.” (Riwayat Bukhari)

3. Harus ditulis dan dipersaksikan

Adab dalam urusan hutang selanjutnya adalah harus ada ditulis dan dipersaksikan. Maksudnya adalah antara si pemberi hutang dan orang yang berhutang harus ada perjanjian ataupun sekedar dituliskan berapa jumlah hutang serta tanggal pengembaliannya. Selain itu, peristiwa tersebut juga harus disaksikan paling tidak satu orang saksi.

Hal ini dijelaskan dalam Firman Allah Q.S Al-Baqarah: 282.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya........”

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini sebagai petunjuk dari Allah subhanahu Wata’ala jika ada pihak yang bermuamalah dengan transaksi non tunai, hendaklah ditulis, agar lebih terjaga jumlah, waktu dan lebih menguatkan saksi.

4. Pemberi Hutang Tidak Boleh Mengambil Keuntungan dari Orang yang Berhutang

Adab dalam urusan berhutang selanjutnya adalah si pemberi hutang tidak boleh mengambil keuntungan dari orang yang berhutang. Hal tersebut dikarenakan pada dasarnya tujuan dari pemberi pinjaman adalah untuk mengasihi si peminjam dan menolongnya. Bukan malah sebaliknya untuk mencari keuntungan dan kompensasi.

Bahkan, dianjurkan memberikan penangguhan waktu kepada orang yang sedang kesulitan dalam melunasi hutangnya setelah jatuh tempo untuk membayar.

Hal ini berdasar firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 280:
“Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”

Selain itu Rasulullah SAW bersabda yang artinya, “Barangsiapa ingin dinaungi Allah dengan naungan-Nya (pada hari kiamat, pent), maka hendaklah ia menangguhkan waktu pelunasan utang bagi orang yang sedang kesulitan, atau hendaklah ia menggugurkan utangnya.” (Riwayat Ibnu Majah)

5. Hendaknya Segera Melunasi Hutang Jika Sudah Memiliki Uang

Adab selanjutnya dalam masalah hutang adalah hendaknya segera melunasi hutang tersebut apabila sudah memiliki uang. Janganlah menunda-nunda pembayaran hutang apabila sudah memiliki uang. Rasulullah bersabda, “Menunda (pembayaran) bagi orang yang mampu merupakan suatu kezaliman.” (Riwayat Bukhari).

Bahkan jika bisa berikanlah hadiah kepada yang telah memberikan pinjaman kepadanya dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah disebutkan bahwa Rasulullah mempunyai utang kepada seseorang berupa seekor unta dengan usia tertentu. Orang itupun datang menagihnya. (Maka) beliaupun berkata, “Berikan kepadanya” kemudian mereka mencari yang seusia dengan untanya, akan tetapi mereka tidak menemukan kecuali yang lebih berumur dari untanya. Nabi (pun) berkata, “Berikan kepadanya.” Dia pun menjawab, “Engkau telah menunaikannya dengan lebih. Semoga Allah membalas dengan setimpal”. Maka Nabi bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik dalam pengembalian (hutang).” (Riwayat Bukhari)

6. Jika Tidak Mampu Membayar Hutang, Maka Boleh Mengajukan Pemutihan

Adab terakhir dalam urusan hutang yang harus dilakukan oleh muslim adalah jika tidak mampu membayar hutang maka boleh mengajukan pemutihan dan juga mencari perantara untuk memohonnya atau bisa disebut juga meminta bantuan kepada orang lain untuk melunasi huutang tersebut.

Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata, “(Ayahku) Abdullah meninggal dan dia meninggalkan banyak anak dan utang. Maka aku memohon kepada pemilik utang agar mereka mau mengurangi jumlah utangnya, akan tetapi mereka enggan. Akupun mendatangi Rasulullah meminta syafaat (bantuan) kepada mereka. (Namun) merekapun tidak mau. Beliau berkata, “Pisahkan kormamu sesuai dengan jenisnya. Tandan Ibnu Zaid satu kelompok. Yang lembut satu kelompok, dan Ajwa satu kelompok, lalu datangkan kepadaku.” (Maka) akupun melakukannya. Beliau pun datang lalu duduk dan menimbang setiap mereka sampai lunas, dan kurma masih tersisa seperti tidak disentuh.” (Riwayat Bukhari).

Demikianlah informasi terkait enam adab muslim dalam urusan hutang. Sudah semestinya sebagai kaum muslim kita mengetahui adab-adab berhutang di atas. Semoga informasi ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi kita semua.

0 Response to " Enam Adab yang Harus dilakukan Muslim dalam Urusan Hutang"

Post a Comment